76 Tahun Dalam Pandemi

55

Oleh :  Wendy Melfa

Pengasuh RuDem ( Ruang Demokrasi )

Pengantar

Ada banyak makna dengan diksi 76 tahun, bila dipahami sebagai usia biologis manusia, menurut versi Departemen Kesehatan RI (2009) usia 65 tahun ke atas termasuk kategori  masa manula alias lanjut usia atau umumnya kita menyebut usia lanjut (tua). Namun berbeda dengan kriteria versi WHO (World Health Organization) organisasi kesehatan dunia yang bernaung pada PBB (United Nations) yang masuk kategori lanjut usia tua yakni usia 75 – 90 tahun, kemudian kriteria tersebut diperbaharui WHO dengan mengklasifikasikan usia 66 – 79 tahun dengan kategori setengah baya. Pembaharuan kategori umur dari WHO tersebut didasari dari kualitas hidup dan kemampuan orang dalam beraktivitas, maka usia 76 tahun adalah usia yang setengah baya dan hampir memasuki usia tua.

Berbeda halnya, bila 76 tahun itu dilekatkan pada usia negara Indonesia, negara demokrasi ketiga terbesar didunia dari sudut pandang jumlah penduduknya dengan fase perubahan demokrasi dan politik yang dinamis melalui 3 orde tahapan yang berpengaruh bagi sendi kehidupan berbangsa pasca kemerdekaannya, yaitu orde lama (1966) – orde baru (1998) –  orde reformasi yang berjalan hingga saat ini, serta mengalami perubahan landasan hukum bernegara melalui Amandemen UUD 1945 (1999 – 2002) dengan memantapkan diri sebagai Negara Kesatuan berbentuk Republik, kedaulatannya ada pada rakyat (demokrasi) dan sebagai negara hukum, dengan tujuan negara sebagaimana terdapat pada Pembukaan UUD 1945, “melindungi segenap bangsa  Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Meskipun sudah 76 tahun negara kita, tapi sepertinya masih banyak yang perlu diingatkan atau mungkin abay akan narasi fundamental tersebut untuk dijadikan “kompas” dalam sendi bernegara, bukan hanya catatan mata pelajaran kenegaraan ketika dibangku sekolah.

 

Badai Pandemi

 

Memperingati 76 tahun kemerdekaan, tidak bisa disangkal ibu pertiwi kini sedang berjuang untuk memenangkan kehidupan yang terganggu dan bahkan nyaris terpuruk karena pandemi yang melanda bangsa ini sejak awal tahun 2020 hingga belum dapat dipastikan kapan pandemi ini dapat berakhir. Berdasar data yang dengan mudah dapat diakses publik, baik dari sumber resmi  yang dikeluarkan pemerintah, maupun sumber data empiris lain dari netizen yang leluasa dapat meng-upload ke media sosial, nyata memang bangsa ini sedang kepayahan berjuang mengatasi pandemi ini. Ketika diawal-awal tahun kita menyaksikan bagaimana problem ekonomi lebih dominan menyertai pandemi, hingga pemerintah menyiapkan berbagai skema sosial untuk membantu meringankan rakyat kecil yang terdampak, belum teratasi semua, masalah kita bertambah pada soal-soal yang tidak kalah pentingnya bagi masyarakat, tingginya angka kematian sampai ditemukan kasus ada beberapa yang tidak bisa terlayani oleh petugas rumah sakit untuk pemulasarannya dengan prokes, hingga dilakukan pengurusan sendiri oleh pihak keluarga dengan resiko terpapar covid karena tidak prokes.

 

Juga ada masyarakat dengan gejala klinis covid ditolak oleh rumah sakit karena ruang perawatan yang tidak mencukupi, bahkan sampai terpaksa isoman di rumah dengan obat yang susah didapat, berita kelangkaan dan berburu oxygen untuk pasien covid yang sesak nafas bukan berita langka berseliweran digenggaman media sosial kita, tidak cukupnya ketersediaan vaksin, fenomena masyarakat uji dan coba berbagai obat herbal/ tradisional sebagai alternatif pengobatan covid dan lain sebagainya adalah potret nyata yang dihadapi masyarakat menghadapi pandemi ini disamping sisi melemahnya kondisi sektor riil ekonomi masyarakat. Betul ini adalah keadaan darurat karena pandemi ini, tapi bukanlah alasan yang cukup untuk “membiarkan” masyarakat yang sudah kelelahan berjuang menghadapi pandemi ini karena kondisi ekonomi, juga harus seakan berjalan sendiri menyelesaikan urusan kesehatannya. Sedikit menggembirakan dan menghibur, dipenghujung pekan ini Badan Pusat Statistik (BPS) me-release hasil pendataanya (survey) yang menyatakan angka pertumbuhan ekonomi secara nasional naik sebesar 7,07 % (year on year) dan Lampung naik  signifikan pada triwulan II tahun 2021 sebesar 6,69 (q-to-q), angka ini merupakan  pertumbuhan tertinggi di Sumatera. Semoga pertumbuhan ini relevan dan pararel dengan kinerja dan kebijakan pemerintah yang harus terus terpelihara agar kedepan dapat terjaga dan terus ditingkatkan (economic by remote control) bukan karena terjadi karena siklus ekonomi alamiah, misalnya pertumbuhan yang dipicu oleh belanja pemerintah dan naiknya konsumsi rumah tangga, sebab dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi akan kembali mengalami kontraksi sebagai dampak pemberlakuan ppkm dimasyarakat yang dirasakan cukup “mengurangi” aktivitas ekonomi masyarakat, dilema sebuah pilihan pahit untuk menekan tingkat penyebaran terpapar virus corona yang pertambahan angkanya semakin mengkhawatirkan.

Kompas Bernegara

 Watawa saubil haqqi watawa saubil sobri  (Al-Asr), 76 tahun usia kita berbangsa  dapat dijadikan momentum untuk mengingat kembali apa yang terkandung dalam landasan serta pedoman kita berbangsa dan bernegara, yaitu konstitusi negara, karena hal ini adalah sebagai “Kompas” kapal besar yang bernama  Indonesia ini, terlebih ketika kapal ini sedang berjuang melewati badai pandemi.

Sistem Pemerintahan Presidensial pada negara kesatuan berbentuk Republik ini, membuat Indonesia yang dibagi dalam wilayah provinsi yang selanjutnya terdiri dari kabupaten/ kota merupakan “satu kesatuan” penyelenggraan pemerintahan, namun secara lebih teknis penyelenggaraan kekuasaan pemerintah tersebut ada bagian yang didelegasikan kepada daerah melalui konsep desentralisasi dan otonomi daerah sebagai landasannya. Negara melalui kedaulatan rakyatnya memberikan mandat kepada mereka yang diberikan kekuasaan memimpin menjalankan pemeritahan, begitu juga seterusnya bahwa Negara memberikan penugasan (delegasi)  melalui kepala pemerintahan disetiap tingkatan kepada mereka jajarannya yang menjalankan kekuasaa  pemerintahan untuk aware mengurusi rakyatnya untuk mencapai tujuan bernegara. Hadirnya Negara ditengah rakyat dipresentasikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara kekuasaan pemerintahan secara proporsional melalui program, kebijakan, bantuan, pelayanannya dan sebagainya, demikian benang merah skema Konstitusi kita yang dapat dipahami secara sederhana bagi siapa saja yang sedang memegang kekuasaan pemerintahan untuk tujuan apa Negara menitipkan kekuasaan pemerintahan kepadanya, Negara hadir untuk mengurusi rakyatnya untuk mencapai tujuan bernegara.

 

Pandemi ini suatu keadaan yang masih misteri entah sampai kapan bisa kita atasi, butuh energi kerjakeras dan kerjasama berpadunya semua komponen bangsa secara proporsi sesuai wewenang dan tanggungjawabnya, jangan biarkan rakyat menyelesaikan sendiri masalahnya, karena rakyat butuh panduan, butuh teman, butuh solusi sistemik, butuh sesuatu yang menentramkan, mensejahterakan dan seterusnya sebagaimana tujuan bernegara, dan Negara harus hadir ditengah rakyatnya siang dan bahkan ketika rakyatnya tertidur, karena sejatinya bahwa Negara ada untuk rakyatnya.

 

Semoga berbagai persoalan yang timbul menyertai pandemi ini, persoalan kebutuhan ekonomi, penuhnya dan terbatasnya pelayanan kesehatan dan rumah sakit untuk korban pandemi covid, kelangkaan obat dan bahkan vitamin yang dapat dengan mudah diakses oleh rakyat, korban meninggal bisa diminimalisir dan jenazahnya dapat pelayanan pemulasaran prokes yang memadai, kelangkaan dan kesulitan oxygen tersedia dengan cukup, vaksin yang tersedia dan lain sebagainya adalah suatu harapan agar kiranya Negara dapat dirasakan hadir ditengah-tengah rakyatnya sebagai penumpang kapal besar “kapal” Indonesia yang saat ini sedang berjuang melewati badai pandemi, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menyelamatkan bangsa Indonesia, Dirgahayu 76 Tahun Kemerdekaan Ibu Pertiwi, Merdeka. (**)

 

 

 

 

 

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini